Sabtu, 03 Desember 2011

Nama Tempat Ibadah di ASEAN

aA.  Indonesia

1.    Masjid Istiqlal
Foto 1 dari  1Masjid Istiqlal Jakarta
 











Masjid Istiqlal merupakan masjid megah yang berdiri kokoh di pusat Ibukota Republik Indonesia, Jakarta. Masjid megah ini didirikan pada tanggal 24 Agustus 1961 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 22 Februari 1978. Pada tahun 1970-an, masjid ini merupakan masjid termegah di kawasan Asia Tenggara. Kemegahan masjid ini merupakan simbol rasa syukur atas karunia Tuhan berupa kemerdekaan bangsa Indonesia. Nama istiqlal berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti sepadan dengan kata “kemerdekaan”.
Ide pembangunan masjid ini awalnya muncul pada tahun 1949, yakni setelah penyerahan kedaulatan negara oleh Pemerintah Kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia. Ide ini lahir dari para ulama dan tokoh ternama pada saat itu, di antaranya K.H. Wahid Hasyim (Menteri Agama RI pertama), H. Agus Salim, Anwar Cokroaminoto, Ir. Sofyan, dan K.H. Taufiqurrahman. Ide pembanguan masjid ini disambut hangat oleh presiden RI saat itu, Ir. Soekarno. Bahkan pada waktu itu Ir. Soekarno berusaha keras membantu realisasi pembangunan masjid.
Setelah mendapat persetujuan, pada tahun 1953, dibentuklah panitia pembangunan masjid yang diketuai oleh Anwar Cokroaminoto, yang selanjutnya ditunjuk sebagai Ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Kepanitiaan ini bertugas untuk merealisasikan pembangunan masjid secara keseluruhan. Melalui kepanitiaan ini, pada tahun 1954, Ir. Soekarno diangkat sebagai Kepala Bagian Teknik Pembangunan Masjid Istiqlal dan juga ditetapkan sebagai juri sayembara maket pembangunannya.
Pada tahun 1955, panitia ini mengadakan sayembara membuat sketsa dan maket pembangunan Masjid Istiqlal. Konon, sayembara ini diikuti oleh 30 peserta. Di antara 30 peserta tersebut terdapat 27 orang yang menyerahkan sketsa dan maketnya. Namun, dari 27 peserta hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba. Setelah menilai dan mengevaluasi, akhirnya dewan juri menetapkan lima peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah F. Silaban dengan tema “ketuhanan”, R. Oetoyo dengan tema “istigfar”, Hans Groenewegen dengan tema “salamâ, lima mahasiswa ITB dengan tema “ilham”, dan tiga mahasiswa ITB dengan tema “khatulistiwa”. Setelah melalui proses panjang, dewan juri kemudian menetapkan F. Silaban sebagai pemenang. F. Silaban adalah seorang keturunan Batak yang beragama Nasrani.
Proyek pembangunan masjid ini ternyata tidak berjalan secara mulus dan mudah. Sejak direncanakan pada tahun 1950-an hingga 1960-an masjid ini belum selesai didirikan. Tersendatnya pembangunan ini dikarenakan situasi politik pada saat itu yang memang kurang mendukung dan menguntungkan. Pada tahun-tahun itu, demokrasi parlementer diterapkan. Partai-partai politik saling bertikai dan memperebutkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada 1965—1966 saat meletus peristiwa G30 S/PKI. Praktis pada saat itu pembangunan masjid terhenti sama sekali.
Setelah situasi politik mereda, Menteri Agama pada saat itu, K.H. M. Dahlan, memelopori pembangunan kembali masjid ini. Kepengurusan Ir. Soekarno kemudian diganti oleh K.H. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal yang baru. Di bawah kepengurusan baru, proses pembangunan masjid ini akhirnya selesai pada tanggal 31 Agustus 1967 dan diresmikan pada tanggal 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.
2.    Gereja Sion
Foto 1 dari  3Gereja Sion
Gereja ini terletak di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, di daerah Jakarta Barat. Dulu, Gereja Sion dikenal dengan nama Gereja Portugis (Portugeesche Buitenkerk). Pada masa itu, ada dua gereja yang dikenal dengan sebutan Gereja Portugis, pertama Gereja Sion, dijuluki “Gereja Portugis Luar Kota” (berada di luar benteng Kota Batavia) dan kedua “Gereja Portugis dalam Kota” (berada di dalam benteng Kota Batavia). Namun, gereja yang terakhir telah habis terbakar pada tahun 1808 M, sementara Gereja Sion tetap berdiri tegak dengan segala kemegahannya hingga kini.
 
Gereja Portugis atau Gereja Sion hingga saat ini masih dipakai sebagai tempat ibadah. Menurut riwayat, Gereja Sion selesai dibangun pada tahun 1695 M dan diresmikan pada hari Minggu tanggal 23 Oktober 1695 M, dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas. Cerita lengkap pemberkatan gereja tersebut tertulis rapi dalam bahasa Belanda pada papan pengumuman, yang hingga saat ini masih bisa dilihat di dinding gereja.

Pembangunan fisik gereja yang memiliki arsitektur megah ini memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pieter van Hoorn pada tahun 19 Oktober 1693 M. Gereja Sion terkenal dengan kekokohan bangunannya dan masih memiliki perabot yang sama sejak didirikan. Gereja ini hanya mengalami dua kali renovasi, yakni pada tahun 1920 dan tahun 1978. Bahkan, konon bangunan gereja tidak mengalami keretakan sama sekali, meski terjadi gempa bumi besar yang menjalar sampai ke Australia, Sri Langka, dan Filipina, akibat letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 M. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah sebagai bangunan bersejarah lewat SK Gubernur DKI Jakarta No. CB/11/1/12/1972.

Gereja Sion dibangun di atas lahan seluas 6.725 meter persegi dengan luas bangunan 32 X 24 meter yang ditopang oleh tiang utama berjumlah enam dan dibangun dengan fondasi 10.000 batang balok bundar. Bangunan gereja ini dapat menampung setidaknya 1.000 jemaat. Namun, kini, halaman gereja menyusut setelah tergusur pelebaran Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, masing-masing lima meter.
Sesuai namanya, Gereja Portugis merupakan gereja peninggalan bangsa Portugis yang telah mendarat di Nusantara sejak abad ke-16. Namun, penyebutan kata “portugis” sebagai nama gereja punya kisah sendiri. Konon, sebelum Gereja Sion berdiri, di tempat itu berdiri sebuah kapel (gereja kecil) Katolik pada tahun 1675 M. Kapel ini didirikan oleh bangsa Portugis untuk para budaknya yang berasal dari Bengal, Malabar, Koromandel, dan Sri Langka. Para budak itu dibawa ke Nusantara (termasuk ke Batavia) dan dipekerjakan untuk kepentingan niaga dan rumah tangga. Secara umum, mereka beragama Katolik dan berbahasa Portugis.

Sejak VOC menguasai Batavia dan merebut kekuasaan Portugis, VOC membangun benteng Kota Batavia sebagai pembatas wilayah Batavia dan wilayah di luarnya. Selain itu, VOC juga membawa para budak Portugis dari seluruh wilayah Nusantara ke Kota Batavia (di dalam benteng) untuk membangun prasarana kota. Tak terkecuali para budak Portugis yang tinggal di sekitar Kapel Katholik—yang notabene berada di luar benteng Batavia—juga dibawa ke dalam Kota. Sejak saat itulah (tahun 1628 M), bekas budak-budak Portugis ini membanjiri wilayah pusat dan pinggiran Kota Batavia. 

Gereja Sion sebenarnya merupakan gereja yang dibangun sebagai pengganti Kapel Katolik (Portugis) sebelumnya, seiring dibebaskannya para budak Portugis yang berada di pinggir dan pusat Kota Batavia. Syarat pembebasan budak tersebut adalah mereka harus beralih agama (menjadi Protestan) dan menggunakan bahasa Belanda. Para Budak yang telah bebas inilah yang dikenal dengan sebutan kaum Mardjiker. Dalam waktu yang lama, Gereja Sion telah digunakan oleh para Mardjiker secara turun temurun, sementara para pejabat elit Batavia (VOC) beribadah di pusat Kota. Namun, ketika gereja di pusat Kota Batavia terbakar, komunitas VOC, petinggi, dan keluarganya pindah beribadah ke Gereja Sion, yang terletak di pinggir kota. Lama-kelamaan gereja ini akhirnya menjadi milik kaum elit Belanda Batavia. Kaum Mardjiker pun terusir dari gereja, namun elit Belanda/VOC sudah kadung menyebut gereja ini dengan sebutan Portugeesche Buitenkerk alias Gereja Portugis.

Setelah Indonesia merdeka, gereja bekas para Mardjiker ini dikelola di bawah naungan Gereja-gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB). Pada tahun 1957, saat persidangan Sinode GPIB, Gereja Portugis diputuskan berubah nama menjadi GPIB Jemaat Sion. Oleh masyarakat sekitar, gereja ini dikenal dengan nama Gereja Sion. Sion atau Zion berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina dan merupakan lambang keselamatan bagi bangsa Israel kuno.

3.    Kuil Ban Hin Kiong

Foto 1 dari  1Kuil Ban Hin Kiong


Kuil atau kelenteng Ban Hin Kiong ini ialah kuil Budha di kota Manado. Ia  berusia sekitar 300 tahun atau dibangun sekitar abad 18 yang lalu. Hingga kini,  kuil ini ada dan lestari karena kota Manado memang merupakan kota yang memiliki  unsur masyarakat beragam, termasuk warga keturunan Cina.

Para pendiri kuil ini memberi nama Ban Hin Kiong dimana memiliki makna di  tiap katanya; ‘Ban‘ berarti banyak, ‘Hin‘ bermakna berkah yang melimpah; dan ‘Kiong‘  memiliki arti istana. Menurut keyakinan mereka, bersembahyang di sini akan  mendapat beribu berkah dan keselamatan demi terciptanya keteraturan dalam jagad  kehidupan umat manusia.

4.    Klenteng Tanjung Kait

Foto 1 dari  1Bagian Muka Klenteng Tanjung Kait

Klenteng Tanjung Kait adalah salah satu obyek wisata sejarah yang terletak di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Klenteng yang dibangun pada tahun 1792 M ini juga disebut sebagai Klenteng Tjoe Soe Kong. Menurut masyarakat setempat, sejak tahun 1960 M banyak orang yang datang untuk sembahyang dan berdoa ke kelenteng ini, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain sebagai tempat sembahyang dan berdoa, klenteng ini juga dipercaya sebagai tempat yang tepat untuk meramal nasib.

Pada zaman dulu, klenteng ini merupakan tempat berlindung masyarakat Banten ketika terjadi bencana letusan Gunung Krakatau yang menimbulkan gelombang tsunami. Walaupun tidak jauh dari bibir pantai, klenteng ini terhindar dari terjangan gelombang tsunami itu. Karena sebagai tempat berlindung itulah, maka masyarakat Banten mengenang peristiwa itu dengan menetapkannya sebagai klenteng yang bersejarah. Oleh Pemerintah Propinsi Banten, klenteng ini ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dijaga dan dilindungi keberadaannya.

5.    Pura Besakih

Foto 1 dari  1Pura Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem

Bali dikenal sebagai ‘pulau seribu pura‘ karena di pulau ini terdapat lebih dari 11.000 bangunan pura. Konon, di beberapa tempat di Bali, jumlah pura bahkan melebihi jumlah rumah-rumah penduduk.

Salah satu pura terbesar yang dianggap sebagai induk pura di Bali (the mother temple) adalah Pura Besakih. Pura Besakih terletak di kaki Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Bali yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai gunung suci. Pada tanggal 17 Maret 1963 (versi yang lain menyebutkan tanggal 18 Maret) Gunung Agung pernah meletus dan menewaskan lebih dari 1.000 orang serta merusakkan desa-desa di sekitarnya. Namun yang membuat takjub, Pura Besakih ‘tak tersentuh‘ oleh bencana alam tersebut, padahal jaraknya hanya sekitar 1 km dari puncak Gunung Agung.

Menurut cerita yang berkembang, lokasi pura ini dipilih karena dianggap sebagai daerah yang suci. Dalam bahasa Jawa Kuno, besakih, wasuki, atau basuki memiliki makna “selamat”. Selain itu, nama besakih juga dikaitkan dengan Naga Basuki, yaitu sosok naga yang menjadi bagian dari keyakinan masyarakat di lereng Gunung Agung pada masa pra-Hindu. Oleh karena pura ini dianggap sebagai tempat suci, maka para pengunjung yang ingin memasuki kompleks pura diharuskan memakai sarung khas Bali.
B. Singapura
1.    Masjid Maulana Abdul Aleem Siddiqi di Singapura
Masjid Abdul Gafoor Mosque..© by leo1383 






                 Maulana Abdul Aleem Siddiqi , bersama dengan aktivis Islam lainnya, pergi pada misi untuk menemukan sebidang tanah untuk tujuan pembangunan sebuah Masjid. Mereka melihat tua surau (tempat kecil doa) di No K 90 Lorong Telok Kurau (di mana Masjid ini sekarang). Moulana kemudian mendesak para aktivis untuk menaikkan dana yang diperlukan untuk membeli tanah dan mengubahnya menjadi sebuah Masjid. Tanah itu disampaikan pada tanggal 25 Februari 1953 sampai Syed Ibrahim bin Oman Alsagoff, Ahmad bin Mohamed Ibrahim dan Haji Adam Naina Mohamed Ibrahim sebagai wakil dari Misionaris All-Malaya Muslim Society (sekarang dikenal sebagai Jamiyah ). Para aktivis dari Society tanpa henti mengumpulkan dana dan Masjid itu kemudian dibangun pada sebidang tanah.

2.    Masjid Sultan
Foto 7 dari  31Masjid Sultan Singapura
 

         







          Pada tahun 1819 Sultan Hussain membangun masjid, di Kampong Glam, wilayah yang ditinggali orang-orang Melayu dan Islam. Masjid tersebut dibangun tidak jauh dari istana, berbentuk masjid tradisional Nusantara dengan atap limas bersusun tiga. Dana pembangunan masjid berasal dari donasi jamaah muslim setempat serta dari sumbangan East India Company sebesar $3000. Pembangunan masjid dimulai pada tahun 1824 dan selesai pada tahun 1826.

  Pengelolaan masjid dikepalai oleh Alauddin Shah, cucu Sultan Hussain, hingga tahun 1879. Ketika Alauddin Shah wafat, kepengurusan masjid dilanjutkan oleh lima pimpinan komunitas muslim di sana. Tahun 1914 hak guna lahan masjid diperpanjang oleh Pemerintah Inggris di Singapura untuk masa 999 tahun, dimulai dari tahun 1914. Saat itu juga dibentuk kepengurusan masjid yang baru, disebut Trustees dengan dua perwakilan dari masing-masing faksi komunitas muslim Singapura yang terdiri atas Melayu, Jawa, Bugis, Arab, Tamil dan India Utara, untuk merepresentasikan keberagaman komunitas muslim di Singapura. Anggota Trustee saat itu adalah Syed Abdulrahman bin Shaik Alkaff dan Shaik Abu Baker bin Taha Mattar (Arab); Inche Amboo’ Haji Kamaruddin dan Saim bin abdul Malek (Bugis); H. Wan Abdullah bin Omar dan A. Jalil bin H. Haroon (Melayu); H. Mohamed Amin bin Abdullah dan H. Mohamed Eusofe bin H. Mohamed Noor (Jawa); Mahmood bin Hadjee Dawood dan Mohamed bin Mahmood Sahab (India Utara); dan Mohamed kassim Marican dan Yavena Sultan Abdulcader (Tamil).

     Hingga kini Masjid Sultan Singapura masih berdiri kokoh di tempat bangunan tersebut pertama kali didirikan, menjadi salah satu masjid tertua dan terbesar di Singapura dengan daya tampung 5000 jemaah. Masjid Sultan Singapura mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Republik Singapura sebagai monumen nasional pada tanggal 14 Maret 1975. Statusnya kini dimiliki dan dikelola oleh Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). 

  Ketika dibangun pertama kali pada tahun 1826, Masjid Sultan Singapura memiliki arsitektur Jawa, karena dibangun oleh masyarakat muslim Jawa yang merupakan kelompok pedagang awal di Singapura. Arsitektur Jawa ini diwujudkan dalam bentuk atap limas bersusun tiga.  Pada tahun 1924, masjid diperluas dan dibangun ulang. Arsitek Denis Santry dari Swan and Maclaren mengadopsi gaya Sarasenik atau gaya Gotik Mughal lengkap dengan menara.

          Pada tahun 1900an Singapura sudah menjadi pusat perdagangan Islam. Masjid Sultan sudah tidak mampu lagi menampung jemaah yang terus berkembang pesat. Pada tahun 1924, memperingati seratus tahun berdirinya masjid tersebut, pengurus masjid atau trustee setuju untuk mendirikan masjid baru yang lebih besar, menggantikan masjid lama di lokasi yang sama dengan tambahan lahan dari keluarga kerajaan. Masjid baru ini dirancang oleh arsitek Denis Santry. Seluruh pembiayaan ditanggung oleh keluarga Sultan dan kontribusi dari komunitas muslim Singapura, termasuk sumbangan botol kaca hijau dari kaum miskin, yang kemudian dijadikan ornament bawah kubah masjid. Perbaikan selanjutnya dilakukan pada tahun 1960 untuk memperbaiki ruang utama masjid. Kemudian pada tahun 1993 Masjid Sultan Singapura dilengkapi dengan auditorium dan aula serbaguna.

C. Malaysia
Foto 1 dari  2Masjid Kuantan Pahang1. Masjid Kuantan Pahang
                     







2. Gereja Melaka
http://1.bp.blogspot.com/-xEcnZ0Ru3VQ/TV8mbO2X7tI/AAAAAAAAABA/iw6tgMGanwE/s1600/christ+church.jpg                            






D. Filipina
1. Pura Di Filipina
http://www.deepblueadventures.com/images/destinations/asia/philippines/puravida/puravidaresort.jpg             






Dokumen pertama yang ditemukan di Filipina, Laguna Prasasti tembaga (sekitar 900 M ), menunjukkan pengaruh Hindu langsung hadir dalam budaya Filipina sebelum penjajahan Spanyol pada abad 16Sampai kedatangan seorang pedagang Arab untuk Sulu Pulau 1450 dan Ferdinand Magellan , yang berlayar atas nama Spanyol 1521, para pemimpin pulau Filipina banyak yang disebut Raja-Raja , dan script itu berasal dari Brahmi . Karma , konsep Hindu adalah dipahami sebagai bagian pandangan tradisional dari alam semesta oleh orang-orang Filipina banyak, dan memiliki mitra seperti Kalma dalam bahasa Pampangan, dan Gaba dalam bahasa Cebuano .
Kosakata dalam semua bahasa Filipina mencerminkan pengaruh kuat agama Hindu.Di kepulauan yang menjadi Filipina, patung-patung dewa-dewa Hindu tersembunyi untuk mencegah kehancuran mereka oleh agama yang menghancurkan semua gambar kultus . Satu patung, sebuah "Emas Tara", sebuah 4-pound emas patung dewi Hindu-Malaya, ditemukan diMindanao pada tahun 1917. Patung, dilambangkan Image Agusan, sekarang di Field Museum of Natural History , Chicago.





E. Vietnam
1. Pura
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/03/Champa_Po_Nagar_Nha_Trang.jpg/220px-Champa_Po_Nagar_Nha_Trang.jpg
 









Champa itu ditaklukkan oleh Vietnam dan hari ini adalah salah satu dari banyak etnis minoritas Vietnam. Candi Hindu yang dikenal sebagai Bimong di Cham bahasa dan para imam dikenal sebagai Halau Tamunay Ahier.Para Balamon Hindu Cham orang Vietnam membuat hanya 25% dari populasi keseluruhan Cham (75% lainnya Muslim atau Cham Bani). Dari jumlah tersebut, 70% milik ksatria Nagavamshi kasta (diucapkan dalam Vietnam sebagai "Satrias"), dan mengklaim sebagai keturunan dari Kekaisaran Champa. Sebuah minoritas yang cukup besar dari Balamon Hindu Cham adalah Brahmana . Dalam semua, sekitar 50.000 Chams di Vietnam Hindu, dengan yang lain tinggal 4.000 umat Hindu di Kota Ho Chi Minh , beberapa di antaranya etnis Cham, tetapi sebagian besar adalah India ( Tamil ) atau campuran keturunan India-Vietnam. Para Kuil Mariamman adalah salah satu kuil Hindu yang paling terkenal di Ho Chi Minh. Di Provinsi Ninh Thuan, di mana sebagian besar berada Cham di Vietnam, Cham Balamon (Hindu Cham) nomor 32.000; Dari 22 desa di Ninh Thuan, 15 Hindu.




2. Masjid
http://www.voa-islam.com/photos/Masjid-Biru-Saigon-copy.jpg 







F. Brunei Darussalam
1. Masjid Jame’ Bandaraya
Foto 1 dari  7Masjid Jame` Asr Hassanil Bolkiah
 










Gairah keislaman masyarakat Muslim Brunei Darussalam cukup tinggi. Hampir setiap hari, media-media nasional di negara itu mewartakan kegiatan keislaman, seperti tahlilan, lomba baca Al Qur‘an dan adzan, serta ceramah-ceramah keagamaan yang digelar di berbagai masjid di Kota Bandar Seri Begawan. Keberadaan masjid-masjid yang besar dan megah dapat menggambarkan betapa nafas Islam mengalir deras di setiap jiwa Muslim Brunei, dan diekspresikan melalui rancang bangun rumah ibadah yang demikian menakjubkan. Salah satu masjid megah di Bandar Seri Begawan adalah Masjid Jame‘ Asr Hassanil Bolkiah.
Masjid ini merupakan ekspresi dari rasa cinta pada agama, syukur kepada Allah, semangat menjaga dan menyiarkan agama, dan cita rasa seni Islam yang tinggi. Ekspresi tersebut tampak jelas pada arsitektur masjid, ornamen-ornamen yang menghiasinya, dan fasilitas-fasilitas pendukungnya.
Kecintaan pada agama Islam telah tertancap dalam-dalam di sanubari masyarakat Muslim Brunei sejak ratusan tahun silam. Agama Islam bahkan telah dijadikan agama resmi oleh kerajaan. Dalam pasang surut sejarah Brunei Darussalam, Islam tetap menjadi keyakinan yang tidak tergantikan, hingga masyarakat Muslim di negeri itu memperoleh kemakmuran seperti sekarang ini. Sultan Hassanal Bolkiah berazam menjayakan Islam sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Ta‘ala atas karunia yang telah dilimpahkan kepada negaranya. Kini, Brunei Darussalam telah menjadi Negara Melayu Islam Beraja yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Maka, pada tahun 1988 Sultan Hassanal Bolkiah mencanangkan pembangunan masjid besar yang sekarang bernama Masjid Jame‘ Asr Hassanil Bolkiah. Masjid ini merupakan yang terbesar dan termegah di antara masjid-masjid lain di Brunei Darussalam. Diresmikan pada 14 Juli 1994 oleh Sultan Hassanal Bolkiah, bertepatan dengan hari ulang tahun beliau yang ke-48. Peresmiannya diawali dengan sholat Magrib dan Isya‘ secara berjamaah. 
 2.  Wihara di Brunei Darussalam
http://www.wisatamelayu.com/id/img/wisata/p4bfb85f00f7d4.jpg 






3. Gereja katolik di brunei darusalam
http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/small/33068631.jpg 






4. Gereja Protestan di Brunei darusalam
http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/small/37379205.jpg 










5. Pura di Negara Brunei Darusalam
http://farm3.static.flickr.com/2340/1669268981_8d25e823c6.jpg 







G. Timor Leste
1. Pura di Negara Timor leste
http://kemoning.info/blogs/wp-content/uploads/2009/04/pura_girinatha.jpg
 








Pura Girinatha, adalah satu-satunya pura peninggalan jaman Indonesia di Dili, Timor Leste. Pura ini dibangun pada jaman Gubernur Mario Vegas Carrascalao, 1987 lalu. Meski kondisinya memprihatinkan, tapi pura ini masih tetap digunakan oleh sedikit umat Hindu di Dili.
 
      H. Laos
          1.  Masjid di Laos                               2.  Vihara di laos
                
http://images.jendelanalar.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SaBDxgoKCGUAADVCiZU1/masjidazharvientiane.jpg?et=vquOxXRCUrmgxqe4R%2Crj9w&nmid=0         http://www.heartforpeace.net/imagestore/userfiles/image/GuanYinPuSa_FullMoon_20101022.JPG
          3. Gereja Katolik di Laos                4. Gereja Protestan di Laos
http://gazta.info/nuke/objects/countries_stories/L/lf6ny6l12jad6mc11e4ed1e766rh395e/image/450px-3_30_5_4_EvKirche.jpg http://www.pakkatnews.com/wp-content/uploads/2011/07/gereja-katolik-153x200.jpg


I.         Kamboja

1.    Wat Botum untuk Agama Buddha
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRUAarHfxEA9sPNN8E7KKer1XWSQITOyqBrdqrdJHo9izvGzqt9&t=1
 












2.    Gereja Khneas
http://www.nationmultimedia.com/home/admin/specials/nationphoto/photo/QVBY7xW.jpg
 











3.    Angkor Wat untuk Agama Hindu
File: Angkor Wat.jpg

J. Myanmar
1. Burma
                File: Bagan-sm.jpg











K. Thailand
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/1d/Attaqwa_Mosque.jpg/250px-Attaqwa_Mosque.jpg1. Masjid Attaqwa








Masjid Attaqwa (Kadang-kadang mantra Attakkawa Masjid) atau San Pa Koi terletak di sisi timur Sungai Ping di Chiang Mai , adalah salah satu dari tujuh Cina masjid di Chiang Mai provinsi.
Ini pertama kali dibangun pada tahun 1967, dan selesai pada tahun 1969 oleh sekelompok dari kedua Cina dan non-Cina Muslim . Masjid ini juga berisi pertama Islam sekolah di Chiang Mai

2. Kuil Muang Tum
  http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/27/Prasat_Muang_Tam-pano-1.jpg/800px-Prasat_Muang_Tam-pano-1.jpg





Prasat Hin Muang Tum ( Thai : ปราสาท หิน เมือง ต่ำ, RTGS : Prasat Hin Muang Tam, 'batu benteng kota yang rendah hati') adalah sebuah kuil Khmer di Prakhon Chai kabupaten , Provinsi Buri Ram , Thailand . Hal ini terutama dalam Khleang dan Baphuon gaya, yang tanggal fase utama konstruksi untuk abad ke-11 dan awal 10-an. Dewa utama adalah Siwa , meskipun Wisnu juga disembah di sana.
Seperti kuil Khmer yang paling, Muang Tum berorientasi ke arah timur. Ini memiliki rencana konsentris datar, dengan tempat pusat dan duaperpustakaan dikelilingi berturut-turut oleh kandang batin, kolam, dan sebuah kandang luar. Kolam antara lampiran merupakan fitur yang tidak biasa candi, seperti tempat kudus pusat, yang tidak tinggi dan memiliki menara yang diatur dalam baris dari tiga dan dua bukan di quincunx. Semua menara kecuali satu pusat telah dipulihkan.
Kala sangat menonjol dalam ambang candi. Mereka adalah bantuan terbaik yang tersedia dalam kencan struktur, tetapi campuran gaya ( Khleangdan Baphuon ) membuat kencan akurat mustahil. Beberapa palang di luar gopuras yang belum selesai.
Sebuah kecil baray , mungkin sejaman dengan candi, berada di timur, sementara baray, kemudian yang lebih besar bertahan lebih jauh ke utara antara Muang Tum dan Anak tangga Phanom.

3. Gereja Kristus     
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/4/42/Christ_Church_Bangkok.jpg
 








                  

Kristen dibawa ke apa yang sekarang Thailand pada awal abad keenam belas. Para Protestan iman datang dengan pedagang Inggris dan Amerika misionarisyang mencapai Bangkok pada tahun-tahun awal abad ke-19, namun kemajuan sedikit sampai negara itu membuka ke Barat selama pemerintahan Raja tercerahkan Mongkut Rama IV (1851-1868).
Pada awalnya, Protestan Bangkok bertemu untuk ibadah di rumah masing-masing, tetapi karena jumlah mereka meningkat mereka merasa perlu untuk bangunan gereja. Untuk jawaban petisi, Raja Mongkut diberikan tanah di dekat Sungai Chao Praya untuk penggunaan dari "komunitas orang asing yang hidup dari iman Kristen Protestan". Sebuah gereja baru dibuka untuk ibadah pada tanggal 1 Mei 1864. Resmi bernama Kapel Uni Protestan, itu dikenal sebagai "Gereja Inggris".
Pada akhir abad jemaat tumbuh dan akses darat telah menjadi mungkin sehingga menjadi perlu untuk membangun sebuah gereja yang lebih besar di lokasi yang lebih sentral.
Pada tanggal 7 April 1904, Mulia Raja Chulalongkorn Rama V anggun diberikan sebidang tanah yang lebih besar di persimpangan Jalan Biara dan Sathorn untuk penggunaan gereja. Dia juga mengizinkan penjualan tanah di mana gereja pertama berdiri. Sebuah bangunan didirikan di situs yang baru dan diberi nama "Gereja Kristus". Ini dibuka untuk pelayanan ilahi pada tanggal 30 April 1905.
Gereja berada dalam gaya Gothic sederhana. Para nave dan mimbar yang diapit oleh enam pilar yang luar utara dan selatan gang . Ada tujuh pintu ganda di dinding lorong masing-masing. Pintu-pintu di ujung barat utara lorong terbuka menuju lorong yang tertutup singkat menghubungkan gereja untuk aula gereja. Ada sebuah apse di ujung timur di mana adalah tempat kudus . Pada ujung barat, pintu ganda besar terbuka ke sebuah teras yang dibentuk oleh menara.
Bagian tengah termasuk mimbar adalah 25,6 meter panjang dengan atap naik menjadi 13,7 meter. Dengan lorong, lebar 15,9 meter ini. Sebuah lengkungan 7,3 meter tinggi dengan lebar 5,8 meter rentang pintu masuk ke apse yang 6,4 meter dengan kedalaman 6,7 meter. Menara ini 5,8 meter persegi dan 15,8 meter tinggi.
Gereja dibangun di atas dasar kayu jati. Dinding dan pilar terbuat dari batu bata ditutupi dengan plester. Atap kayu jati didukung oleh dan ubin. Lantai nave dan mimbar adalah keramik. Tempat kudus adalah diaspal dengan marmer.
Organ, satu-satunya organ pipa di Thailand, berada di ujung timur gang utara. Para penduduk di bawah gereja berada di posisi yang sesuai di lorong selatan. Ada tempat duduk untuk dua pendeta dan selama 24 choristers menghadap jemaat. Ada yang berdiri bebas mezbah di persimpangan antara mimbar dan nave. Layar jati, yang awalnya memisahkan mimbar dari nave, kini di ujung barat dari tubuh utama gereja.
Ada tempat duduk untuk 175 jamaah pada kursi kayu dan rotan, dengan ruang untuk sekitar 200 lebih jika diperlukan.
Ada lima kipas langit-langit di setiap sisi gereja: juga AC . Sebuah bel tergantung di menara, disetel untuk dicatat F.
Jendela timur menggambarkan penyaliban . Ada jendela kecil di kedua sisinya. Di dinding barat sebuah jendela mawar membuka ke menara dengan lanset jendela di kedua sisinya. Setiap gang memiliki jendela di ujung barat dan diabaikan oleh tujuh clerestory jendela.
Mural plak merekam memori penyembah masa lalu dan dermawan.

4.    Wat Bang Nom Kho
File: Kuil di bangnomkho temple.jpg
 






                           



                     Wat Bang Nom Kho ( Thailand : วัด บาง นม โค) adalah candi Buddha ( Wat ) di Sena kabupaten , Provinsi Ayutthaya , Thailand . Candi ini dibuat terkenal oleh salah satu Thailand Ajarn Gaeji biarawan tinggi, Luang Pho Phan , yang terkenal untuk meniup nya suci Armour Berlian Yantra , (atau yant, ke dahi murid-muridnya Menurut legenda,. banyak dari murid , setelah kematian, yang ditemukan memiliki kesan misterius yant tertanam ke dalam tengkorak mereka yant itu diduga diturunkan ke Luang Pho Phan dalam mimpi, yang dipimpin dia untuk penemuannya pada template logam yang tersembunyi dalam.Chedi . Luang Pho Phan juga terkenal telah menerima kemampuan untuk membuat jimat bubuk berbasis Buddha duduk di gambar hewan dari Chee Ba Khaw, (semangat yang muncul sebagai kunang-kunang). jimat ini sangat dicari dan mahal karena kekuatan mereka terkenal.